Friday, February 28, 2014

DUGAN IRIS, TERPANGGIL UNTUK DANAU RAWET



                                                         Dugan Iris Iman

Bekerja merupakan sebuah panggilan. Ketika kita merasa terpanggil, ada kesadaran dan usaha untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan sepenuh hati serta jiwa. Kalimat tersebut cukup menggambarkan sosok Dugan Iris yang baru saya kenal melalui artikel yang dimuat Kompas, Senin 24 Februari 2014.

            Kebanyakan orang menginginkan profesi dengan gaji besar, menjadi kaya, dll. Hal tersebut berbeda dengan Dugan Iris ( 47 ). Meski sudah menyelesaikan pendidikan terakhirnya di Universitas Kristen Palangkaraya Fakultas Perikanan, ia memilih menjadi seorang nelayan di Danau Rawet, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Motivasi Dugan menjaga hutan Danau Rawet menjadi pilihan hidup. Tujuan mulianya untuk menjaga hutan Danau Rawet dari gangguan pembalak liar, peracun dan penyetrum ikan serta pemburu satwa sangatlah mengisnpirasi saya. Usaha, waktu dan modal yang dikerahkannya membuahkan hasil nyata. Tahun 2004 dan 2006 misalnya, sebanyak delapan orang tertangkap karena menyetrum ikan di danau. Ada 80 petambang emas liar menjadi takut beroperasi berkat dirinya dan bantuan 14 orang rekannya. Kepolisian Resor Palangkaraya turut memberi dukungan atas penegakan hukum tersebut dengan memberikan tindakan tegas kepada tersangka.

 Dugan tetap bertanggung jawab  akan tugasnya sebagai seorang ayah dan kepala rumah tangga walau pendapatannya hanya Rp. 1 juta – Rp. 2 juta. Dugan berhasil membiayai kedua anaknya untuk berkuliah serta memenuhi kebutuhan rumah tangga. kecil gaji tidak menghalangi kita untuk tetap berkarya dan bersyukur. Hal tersebut sudah dibuktikan Dugan Iris.

Sumber : Kompas, Senin 24 Febuari 2014








PELAJAR TAWURAN LAGI

Tawuran di Bogor, 28/ 02/ 2014


Saya kira dengan banyaknya kasus tawuran yang telah terjadi, pelajar semakin mengetahui konsekuensi akibat tawuran sehingga tidak ingin melakukannya. Namun perkiraan saya salah. Ketika saya browsing di hp ayah yang baru membuka laman detik.com, saya melihat kabar mengenai tawuran pelajar yang baru saja terjadi.

         Kalau mendengar berita tentang tawuran, saya langsung teringat tentang pengalaman saya ketika SMA. Saya pernah berada ditengah – tengah suatu tawuran pelajar yang cukup membuat saya trauma. Saya mengalaminya dua kali.Pertama, ketika saya sedang berada dalam mobil di daerah Blok A. Di depan mobil saya tiba-tiba segerombol pelajar SMA berlarian membawa botol miras yang kosong dan benda-benda tajam lalu menyerang pelajar yang datang diseberang jalan. Waktu itu mobil saya berhenti karena lampu merah jadi saya bisa langsung menyaksikan apa yang terjadi. Saya takut mobil saya diserang jadi supir saya berinisiatif menelepon radio. Kalau yang kedua, sewaktu saya berada di KFC Blok M. Tiba – tiba anak SMA 70 melawan SMA 6. Hal tersebut mengakibatkan meninggalnya 1 orang pelajar dari SMA 6. Meski saya hanya bisa melihat sekilas namun saya sudah was-was karena tidak bisa pergi kemana-mana. Banyak pihak kepolisian.

         Tawuran hari ini terjadi di kawasan Warung Jambu, Kota Bogor, Jawa Barat pukul 11.30 WIB. Bentrok berawal saat truk yang dinaiki satu kelompok massa tertahan lampu merah. Saat itu pula terjadi penyerangan dari arah belakang dari kubu lawan. Sekitar 40 orang membawa benda tajam. Polisi mengeluarkan tembakan peringatan untuk membubarkan massa. Sayangnya tidak ada satu dari mereka yang berhasil ditangkap polisi. Menurut keterangan saksi yaitu Agung, cukup sering adanya tawuran di daerah tersebut setiap sore. Keterangan saksi menunjukkan kurang adanya tindak pengamanan daerah tersebut dari pihak kepolisian setempat. Padahal kejadian ini pasti membuat masyarakat sekitar resah dan terganggu. 

      Menurut saya, pelajar tawuran karena merasa ingin menang baik mengatasnamakan individu, kelompok maupun sekolah. Ngapain coba? Kenapa tidak membuktikan prestasi nilai saja?. Itu kan lebih berarti dibanding tawuran yang hanya merugikan diri sendiri, orang lain serta membuang waktu dan tenaga. Haruslah ada perubahan pola pikir yang lebih baik pada setiap pelajar baik dari dirinya, keluarga,  pihak sekolah bahkan kepolisian. Dengan adanya pembinaan khusus seperti pengembangan karakter dan agama , peraturan serta pengamanan lebih diperketat, sanksi berat yang berlaku,  pasti akan mengurangi tindak tawuran antar pelajar. Kalau terus dibiarkan maka “ budaya “ tawuran ini akan semakin merajalela dan merusak karakter anak bangsa menjadi anarkis dan tidak manusiawi.

Sumber : detik.com, Jumat 28 Febuari 2014